* aliran eksistensialisme (filsafat pendidikan)

BAB II
EKSISTENSIALISME

A. Pengertian Eksistensialisme
Definisi eksistensialisme tidak mudah dirumuskan, karena di dalamnya terdapat beberapa aliran yang berbeda, bahkan kaum eksistensialis sendiri tidak sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya eksistensialisme itu. Namun demikian, ada sesuatu yang menjadi kesamaan dalam aliran ini, yaitu memfokuskan pada cara keberadaan manusia di dunia ini. Namun, untuk memberikan sedikit gambaran tentang eksistensialisme ini, maka berikut akan di paparkan pengertiannya.
Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa Latin ex yang berarti keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut dasein (da artinya di sana, sein artinya berada).
Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa cara berada manusia itu menunjukkan bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan dengan alam jasmani, manusia selalu mengkonstruksi dirinya, jadi ia tidak pernah selesai. Dengan demikian, manusia selalu dalam keadaan belum selesai, yang masih dalam proses menjadi; ia selalu sedang ini atau sedang itu.
Untuk lebih jelasnya, filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia; domba dan pohon juga. Akan tetapi cara beradanya berbeda. Manusia menyadari keberadaannya di dunia, menghadapinya dan mengerti apa yang dihadapainya. Sedangkan benda atau materi lain tidak menyadari dirinya sendiri.

Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu di antaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya bahwa manusia sebagai subyek. Subyek artinya yang menyadari, yang sadar. Namun tidak halnya dengan benda, hewan / materi lain, mereka hanyalah benda / barang yang disadari oleh manusia, yang disebut sebagai objek.

B. Latar Belakang Lahirnya Eksistensialisme
Filsafat eksistensialisme lahir dari berbagai krisis atau merupakan reaksi atas aliran filsafat yang telah ada sebelumnya atau situasi dan kondisi dunia, yaitu:

1. Materialisme
Menurut pandangan materialisme, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Jadi pada prinsipnya manusia hanyalah sesuatu yang material. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.

2. Idealisme
Aliran ini memandang manusia hanya sebagai subyek, hanya sebagai kesadaran. Idealism menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara berlebihan sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran/kesadaran.

3. Situasi dan Kondisi dunia
Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi dan kondisi di dunia Eropa Barat yang secara umum dapat dikatakan bahwa pada waktu itu keadaan dunia tidak menentu. Seperti, pemberontakan aliran ini terhadap alam yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman industri modern dan teknologi, serta gerakan massa. Protes terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan fasis, komunis, yang cenderung menghancurkan atau menenggelamkan perorangan di dalam massa. Dengan kata lain, kebebasan merupakan hal yang sangat langka pada saat itu.

C. Tokoh-tokoh Aliran Eksistensialisme

Eksistensialisme sebagai aliran filsafat dikenal pada abad ke -20. Eksistensialisme berasal dari pemikiran Soren Kierkegaard ( Denmark, 1833-1855 ), namun Jean Paul Sartre (1905-1980) yang mempopulerkan aliran ini. Selain dua tokoh di atas, masih banyak tokoh-tokoh dalam aliran ini. Berikut akan diuraikan para tokoh tersebut :

a. Soren Kierkegaard
Soren Aabye Kierkegaard (lahir di Kopenhagen, Denmark, 5 Mei 1813 – meninggal di Kopenhagen, Denmark, 11 November 1855 pada umur 42 tahun) adalah seorang filsuf dan teolog abad ke-19 yang berasal dari Denmark.
Kierkegaard menentang keras pemikiran Hegel. Keberatan utama yang diajukannya adalah karena Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena ia (Hegel) mengutamakan idea yang sifatnya umum. Menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai sesuatu “aku umum”, tetapi sebagai “aku individual”.
Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan. manusia selalu berkembang, berproses ke arah yang lebih baik. Kesadaran akan diri merupakan kata kunci, karena melalui kesadaran akan dirinya inilah manusia berproses ke arah yang lebih baik. Kesadaran akan diri muncul bila manusia memiliki kebebasan menentukan.

b. Jean Paul Sartre
Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris dan meninggal di Paris, 15 April 1980 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ia berasal dari keluarga Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut Prancis dan ibunya anak seorang guru besar yang mengajar bahasa modern di Universitas Sorbone. Ia dianggap yang mempopulerkan aliran eksistensialisme.
Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L’existence précède l’essence). Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L’homme est condamné à être libre). Ia menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.

c. Martin Heidegger
Martin Heidegger (lahir di Mebkirch, Jerman, 26 September 1889 – meninggal 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun) adalah seorang filsuf asal Jerman. Ia belajar di Universitas Freiburg di bawah Edmund Husserl, penggagas fenomenologi, dan kemudian menjadi profesor di sana 1928.
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka. Dengan kata lain, benda-benda materi, alam fisik, dunia yang berada di luar manusia tidak akan bermakna atau tidak memiliki tujuan apa-apa kalau terpisah dari manusia. Jadi, dunia ini bermakna karena manusia.

d. Friedrich Nietzsche
Menurut Friedrich, manusia yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.

e. Nicholas Berdyaev
Berdyaev dilahirkan di Kiev dalam suatu keluarga militer aristokrat. Ia hidup sendirian di masa kanak-kanaknya di rumah, dan perpustakaan ayahnya memungkinkannya banyak membaca. Ia membaca karya-karya Hegel, Schopenhauer, dan Kant ketika usianya baru 14 tahun dan ia menguasai berbagai bahasa asing.
Filsafatnya dicirikan sebagai eksistensialis Kristen. Ia sangat memperhatikan kreativitas dan khususnya kemerdekaan dari segala sesuatu yang menghalangi kreativitas. Berdyaev adalah seorang Kristen yang saleh, namun ia seringkali kritis terhadap gereja yang mapan. Sebuah artikel pada 1913 mengecam Sinode Kudus dari Gereja Ortodoks Rusia menyebabkan ia dituduh menghujat, dan hukumannya adalah pembuangan ke Siberia seumur hidup. Perang Dunia dan Revolusi Bolshevik membuat ia tidak pernah diajukan ke pengadilan.

D. Aliran Eksistensialisme dengan Pendidikan
Kalangan Eksistensialisme “terganggu” akan apa yang mereka dapatkan pada kemapanan pendidikan. Mereka dengan segera menegaskan bahwa banyak dari apa yang disebut pendidikan sebenarnya tidaklah apa – apa kecuali propaganda yang digunakan untuk memikat audiens. Mereka juga mengungkapkan bahwa banyak dari apa yang dewasa ini dianggap pendidikan sejati adalah sesuatu yang membahayakan, karena ia menyiapkan peserta didik untuk konsumerisme atau menjadikannya sebagai tenaga penggerak dalam mesin teknologi industrial dan birokrasi modern. Bukan malah mengembangkan individualitas dan kreativitas, keluh kalangan eksistensialis, banyak pendidikan justru memusnahkan sifat – sifat kemanusiaan yang pokok tadi.

Van Cleve Morris berpendapat bahwa perhatian utama pandangan pendidikan kalangan Eksistensialisme adalah pada upaya membantu kedirian individu untuk sampai pada realisasi yang lebih utuh menyangkut preposisi berikut:
1. Aku adalah subjek yang memilih, tidak bisa menghindari caraku menjalani hidup
2. Aku adalah subjek yang bebas, sepenuhnya bebas untuk mencanangkan tujuan –tujuan kehidupanku sendiri
3. Aku adalah subjek yang bertanggung jawab, secara pribadi mempertanggungjawabkan akan pilihan – pilihan bebasku karena hal itu terungkapkan dalam bagaimana aku menjalani kehidupanku.
Eksistensialisme sangat berhubungan erat dengan pendidikan karena pusat pemikiran eksistensialisme adalah “keberadaan” manusia, sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia. Penerapan filsafat eksistensialisme dalam komponen pendidikan antara lain :

a) Tujuan pendidikan
Menurut aliran eksistensialisme, tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Memberikan bekal pengalaman yang luas dan komprehensif kepada para siswa dalam semua bentuk kehidupan.

b) Kurikullum
Eksistensialisme menyatakan bahwa kurikulum ideal adalah kurikulum yang memberikan kebebasan individual yang luas bagi para siswa agar mereka mampu untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri. Dengan kata lain yang diutamakan adalah kurikulum liberal, yang merupakan landasan bagi kebebasan manusia.
Menurut eksistensialisme, mata pelajaran merupakan materi di mana individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan dunianya. Menurut aliran ini, semua mata pelajaran memiliki kedudukan yang sama. Karena setiap anak membutuhkan mata palajaran yang berbeda untuk membantu menemukan dirinya.

c) Proses belajar mengajar
Salah satu tokoh aliran eksistensialisme, Martin Buber berpandangan tentang “dialog”. Inilah yang menjadi pengaplikasian konsep belajar mengajar aliran ini. Dialog merupakan percakapan antara pribadi dengan pribadi, di mana setiap pribadi merupakan subjek bagi yang lainnya. Adapun lawan dari dialog adalah “paksaan”, di mana seseorang memaksakan kehendaknya kepada orang lain sebagai objek. Dalam penerapannya, kebanyakan proses pendidikan merupakan paksaan.
Anak dipaksa mengikuti kehendak guru, atau pengetahuan yang tidak fleksibel, di mana guru menjadi penguasanya.
Agar hubungan antara guru dengan murid menjadi suatu dialog, maka pengetahuan yang akan diberikan pada murid harus menjadi pengalaman pribadi guru itu, sehingga akan terjadi pertemuan antara pribadi dengan pribadi.

d) Peran guru
Peran guru bagi kalangan Eksistensialisme tidaklah sebagaimana peran guru dalam paham tradisional. Guru Eksistensialisme bukanlah sosok yang mempunyai jawaban – jawaban benar tak terbantahkan. Ia lebih sebagai seseorang yang berkemauan membantu para subjek didik mengeksplorasi jawaban – jawaban yang mungkin.
Dalam kelas guru berperan sebagai fasilitator untuk membiarkan siswa berkembang menjadi dirinya dengan memberikan berbagai bentuk pajanan (exposure) dan jalan untuk dilalui. Karena perasaan tidak terlepas dari nalar, maka kaum Eksistensialisme menganjurkan pendidikan sebagai cara membentuk manusia secara utuh, bukan hanya sebagai pembangunan nalar.

E. Persamaan Pandangan Para Tokoh Aliran Eksistensialisme

Telah dibahas sebelumnya bahwa paham-paham eksistensialisme memiliki pandangan-pandangan yang berbeda, namun pandangan-pandangan tersebut memiliki persamaan. Persamaan-persamaan tersebut antara lain :
a) Motif pokok dari filsafat eksistensialisme ialah apa yang disebut ‘eksistensi’, yaitu cara manusia berada. Pusat perhatian ini ada pada manusia. Oleh karena itu bersifat humanistis.
b) Bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif, berbuat, menjadi, dan merencanakan.
c) Manusia dipandang sebagai makhluk terbuka, realitas yang belum selesai, yang masih dalam proses menjadi
d) Tekanan filsafat eksistensialisme adalah kepada pengalaman konkrit, yakni pengalaman yang eksistensial.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pangkal tolak filsafat eksistensialisme ialah eksistensi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa eksistensi merupakan peristiwa yang azasi. Manusia menjadi sadar agar bisa berbuat, dan berbuat bertujuan dalam berbuat dia menyempurnakan dirinya.

F. Negara-negara Penganut Eksistensialisme
Adapun Negara-negara yang menggunakan Aliran ini ialah :
1. Amerika
2. Jerman
3. Rusia
4. Dan beberapa negara-negara Eropa lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Muhmudayeli. Filsafat Pendidikan. PT Refika Aditama. Bandung. 2011
Sadulloh, Uyoh. Pengantar Filsafat Pendidikan. ALFABETA,CV. Bandung. 2004
Hedrik, R Jan. Pengantar filsafat. Kanisius. Yogyakarta. 1996
Poedjawijatna. Pembimbing Ke Arah Alam filsafat. Pustaka Sarjana. 1980
http://ujeberkarya.blogspot.com/2010/01/filsafat-eksistensialisme.html
http://indramunawar.blogspot.com/2009/03/aliran-eksistensialisme-filsafat-masa.html

Aliran Eksistensialisme

semoga bermanfaat …
klompok5.ekameliyakin.pgsd1b.umj

Tinggalkan komentar